Selamat Datang di http://gragecarita.blogspot.com, Mengenal Sejarah Cirebon, Situs Bersejarah, Seni dan Budaya Cirebon

Jumat, 01 Oktober 2010

BENDERA KERATON CIREBON (MACAN ALI)













“Macan Ali” adalah Bendera sekaligus lambang Kebesaran Keraton Cirebon, bentuknya berupa kaligrafi arab yang mengikuti bentuk piktogram stilasi dari “Macan Duduk”. Sering ditemukan di Lukisan Kaca seniman Cirebon.


Di Keraton Pakungwati Cirebon (keraton awal) pernah dibentuk sepasukan khusus berjumlah 12 orang yang dapat berubah wujud menjadi macan. Keraton memberikan “jubah & Bandrang (Kepala Tombak)” sebagai tanda. Kalau mau berubah dengan memakai jubah itu, pasukan ini tidak muncul sembarangan, hanya kalau Cirebon terancam bahaya saja. Tandanya Cirebon bahaya adalah apabila “Kantil” atau Kurung Batang di Astana Gunung.Jati yang berlapis emas raib, terbang, atau bergoncang.

Pasukan ini berlanjut diwariskan ke ahli warisnya sampai sekarang, konon pemunculannya hanya di bulan Mulud dan di tempat keramat yang ditunjuk. Sekarang sudah berkurang jumlahnya mungkin cuman 5 saja. Menurut cerita lain kalau bulan Mulud suka muncul di Petilasan Tapak Semar (arah barat hutan Astana Gunung Jati). Waktu ribut2 tahta di Keraton Kanoman dulu, muncul di sumur tujuh Jalatunda, menurut orang yang melihat bentuknya orang bergamis, berjalan agak merangkak lama kelamaan berkelebat jadi macan menghilang. Tiap anggota punya nama dan pangkat, diambil dari nama daerah masing2…misalnya “Ki Gedheng”

Cerita yang lain, perihal pelacakan Pasukan Khusus Macan pengawal Kraton Cirebon, bernama Singha Barwang Djalalullah yang konon kabarnya cuma tersisa 5 orang. Tidak bisa diperkirakan berapa jumlah tepatnya pasukan macan ini yang tersisa, bisa 3, 5 atau 7 orang. Yang pasti di bawah dari 10 orang. Berkurangnya pasukan ini dikarenakan beberapa hal, pertama adalah tidak mempunyai keturunan karena pasukan ini bersifat turun temurun. Kedua yang bersangkutan meninggal dengan membawa pakaian simbol pasukan macan yang disebut “Kantong Macan”. Pernah satu kejadian seekor macan di kepung dan diburu masyarakat kampung yang tidak mengerti, macan yang diburu kabur menghindar, hingga terperosok di sebuah sumur tua. sewaktu dilihat ke sumur ternyata bukan seekor macan, melainkan seorang manusia yang terkapar. Pada saat hendak diangkat orang tersebut sirna.

Pakaian yang bernama Kantong Macan ini sebesar ibu jari kaki, cara memakainya dengan memasukan kedua ibu jari tangan. Anehnya kantong macan tadi terus mengembang seperti elastis hingga masuk kedalam tubuh seperti pakaian. Ritual pemakaian harus hening dan sedikit penerangan. Kekuatan spiritual dari pakaian ini tergantung si empunya, bisa 50:50 (antara manusia:siluman) atau 20:80 dan sebaliknya. Semakin tinggi tingkatannya semakin tinggi kodrati manusianya.

Sejarah adanya pasukan ini bermula ketika Susuhunan Gunung Jati sebagai pendiri kratonan Cirebon, diberikan hadiah dari kakeknya yang penguasa Pajajaran (Prabu Siliwangi). Hadiah itu berupa sepasukan khusus Pajajaran yang terdiri atas 12 orang yang dapat beralih rupa sebagai macan. Sebagaimana pasukan pengamanan, metoda penggunaan Ring 1, 2 dst juga berlaku. Masing-masing ring terdiri atas 4 orang yang meliputi arah mata angin dengan titik pusatnya Kraton Pakungwati. Semakin dekat dengan pusat, semakin tinggi ilmunya. Istilah yang digunakan adalah KW (tidak tau apa maksudnya). Ada KW 1, KW 2 dst. Kabarnya satu KW pernah diberikan sultan Cirebon kepada Sultan Brunei, Hasanal Bolkiah.

KERETA SINGA BARONG

Kereta Singa Barong yang sampai kini masih terawat bagus itu, merupakan refleksi dari persahabatan dengan bangsa-bangsa. Wajah kereta ini merupakan perwujudan tiga binatang yang digabung menjadi satu, gajah dengan belalainya, bermahkotakan naga dan bertubuh hewan burak. Belalai gajah merupakan persahabatan dengan India yang beragama Hindu, kepala naga melambangkan persahabatan dengan Cina yang beragama Buddha, dan badan burak lengkap dengan sayapnya, melambangkan persahabatan dengan Mesir yang beragama Islam.


Kereta ini original buatan para ahli kereta Keraton Kacirebonan. Ini penggambaran bahwa pengetahuan teknologi orang Cirebon tempo dulu cukup tinggi. Ini sekaligus merupakan kelebihan Kerajaan Cirebon dibanding keraton-keraton sebelumnya atau sesudahnya, yang mengimpor kereta dari Inggris, Belanda, atau Perancis. Kereta ini cukup layak dalam segi teknologi kereta yang merupakan titihan (kendaraan) raja-raja.


Singa Barong telah mengenal teknologi suspensi dengan menyusun per(pegas) lempengan besi yang dilapisi karet-karet pada empat rodanya. Dengan teknologi suspensi ini, di samping kereta bisa merasa empuk, badan kereta juga bisa bergoyang-goyang ke belakang dan ke depan. Bergoyangnya tubuh kereta ke depan dan ke belakang bisa membuat sayap kereta bergerak-gerak. Itu sebabnya jika kereta ini berjalan, binatang bertubuh burak, berkepala gajah, dan bermahkota naga itu tampak seperti terbang. Terlihat megah ketika sang raja sedang berada dalam kereta itu.


Kereta ini dibuat oleh seorang arsitek kereta Panembahan Losari dan pemahatnya Ki Notoguna dari Kaliwulu. Pahatan pada kereta itu memang detail dan rumit. Mencirikan budaya khas tiga negara sahabat itu, pahatan wadasan dan megamendung mencirikan khas Cirebon, warna-warna ukiran yang merah-hijau mencitrakan khas Cina.


Tiga budaya (Buddha, Hindu, dan Islam) itu menjadi satu digambarkan prinsip trisula dalam belalai gajah. Tri berarti tiga, dan sula berarti tajam. Artinya, tiga kekuatan alam pikiran manusia yang tajam yaitu cipta, rasa, dan karsa. Cipta, rasa, dan karsa dimaksudkan sebagai kebijaksanaan berasal dari pengetahuan yang dijalankan dengan baik.


Kereta ini dulu digunakan oleh raja untuk kirab keliling Kota Cirebon tiap tanggal 1 Syura atau 1 Muharram dengan ditarik empat kerbau bule. Penggunaan kereta untuk kirab yang berlangsung setahun sekali itu berlangsung turun-temurun, mulai Panembahan Ratu Pakungwati I (1526-1649). Kereta ini baru berhenti digunakan untuk kirab tahun 1942, karena kondisinya yang sudah tidak memungkinkan lagi.


Kereta itu kini tersimpan di museum kereta yang terletak di sisi bangunan Taman Dewandaru Keraton Kasepuhan Cirebon. Kereta ini benar-benar tidak diperbolehkan lagi keluar, dalam acara apa pun, selain dibersihkan setiap bulan Syura atau Muharam. Bahkan, ketika dilakukan pameran antarkeraton se-Indonesia di Cirebon beberapa tahun lalu, yang dipamerkan adalah duplikat kereta yang bentuk maupun rupanya mirip.


Kereta Singa Barong menunjukkan ketulusan seorang raja seperti Panembahan Ratu Pakungwati I, raja keempat Kesultanan Cirebon itu. Karya untuk pribadi, seperti kereta itu, tidak direka dengan semata-mata imaji selera, tetapi juga didasarkan pada rasa. Rasa persahabatan dengan bangsa lain yang begitu melekat dihatinya dimanifestasikan dalam bentuk kereta itu.

KERETA PAKSI NAGA LIMAN









Karya agung Panembahan Losari atau Pangeran Manis yang dikerjakan oleh Ki Natagana alias Ki Gede Kaliwulu ini merupakan gabungan tiga hewan, paksi, naga dan liman. Paksi atau burung melambangkan alam atas atau langit. Naga menjadi lambang kekuatan alam bawah atau air. Sedangakan Liman atau gajah melambangkan alam tengah atau bumi. Belalai gajah yang erat melibat trisula membawa pesan bahwa raja/sultan harus memiliki cipta, rasa dan karsa setajam bilah trisula.

Kereta kencana Paksi Naga Liman adalah kereta kencana milik Keraton Kanoman. Dulu, kereta ini digunakan raja Keraton Kanoman untuk menghadiri upacara kebesaran. Selain itu, kereta ini juga digunakan untuk kirab pengantin keluarga Sultan Kanoman. Kereta tersebut diperkirakan dibuat tahun 1608 berdasarkan angka Jawa 1530 pada leher badan kereta yang merupakan angka tahun Saka. Sejak tahun 1930, kereta ini tidak digunakan dan disimpan di museum Keraton Kanoman; sedangkan yang sering dipakai pada perayaan-perayaan merupakan kereta tiruannya.

LAMBANG KOTA CIREBON

1. Daun Jati
2. Sembilan Buah Bintang
3. Lukisan Laut Berombak
4. Gambar Udang Rebon
5. Garis Bergerigi Sembilan
6. Perisai
7. Warna Dasar Kuning
8. Warna Putih
9. Pita Melingkari Perisai
10. Warna Hitam






MOTTO DAERAH :

Motto Daerah yang merupakan semboyan kerja adalah Gemah Ripah Loh Jinawi, yang bermakna : Gemah Ripah berarti negara jembar serta banyak rakyatnya; Loh Jinawi artinya subur makmur;

PENGERTIAN KESELURUHAN :

Gemah Ripah Loh Jinawi adalah perjuangan masyarakat sebagai bagian bangsa Indonesia bercita-cita menciptakan ketentraman/perdamaian, kesuburan, keadilan, kemakmuran, tata raharja serta mulia abadi.

LAMBANG DAERAH :

Lambang daerah yang dilukiskan dalam tata warna sebagimana tertuang dalam Peraturan Daerah No. 2 Tahun 1989 adalah sebagai berikut :

  1. Daun jati yang berwarna hijau tua, mengandung arti bahwa pada jaman dahulu di Cirebon ada seorang pemimpin para wali yang berbudi luhur dan bertahta serta disemayamkan di Gunung Jati dengan nama Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati, yang menyebarkan Agama Islam di tanah Jawa.
  2. Sembilan buah bintang berwarna putih, mengandung arti Walisanga. Kota Cirebon terkenal sebagai tempat berkumpulnya para wali untuk bermusyawarah dalam hubungannya sengan ilmu agama Islam, yaitu : 4 buah bintang di atas dasar kuning emas, menggambarkan ilmu Syari’at, Hakekat, Tarikat, dan Ma’rifat. 5 buah bintang di dalam gambar daun jati, menggambarkan rukun Islam, yaitu : Syahadat, Sholat, Puasa, Zakat dan Haji.
  3. Lukisan laut berombak berwarna biru, mengandung arti bahwa masyarakat Cirebon mempunyai kegiatan bekerja di daerah pantai (nelayan), dengan penuh keikhlasan (jalur putih) dalam menunaikan kewajibannya masing-masing ubtuk kepentingan bangsa dan negara.
  4. Gambar Udang rebon berwarna kuning emas, mengandung arti bahwa hasil laut telah memberikan kemakmuran kepada masyarakat Cirebon. Adapun udang rebon merupakan bahan baku untuk pembuatan terasi yang terkenal dari kota Cirebon.
  5. Garis bergerigi sembilan buah berwarna hitam, yang melukiskan benteng yang mendatar berpuncak sembilan buah, mengandung arti bahwa Kotamadya Cirebon bercita-cita melaksanakan pembangunan di segala bidang untukkemakmuran rakyat.
  6. Perisai yang bersudut lima, mengandung arti perjuangan dalam mempertahankan dan menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diproklamirkan tanggal 17 agustus 1945.
  7. Warna dasar kuning emas pada perisai bagian atas, melambangkan kota Cirebon sebagai kota pantai yang bercita-cita melaksanakan pembangunan di segala bidang untuk mewujudkan masyarakat yang tertib, tenteram, adil dan makmur.
  8. Warna putih pada perisai bagian bawah, melambangkan Kota Cirebon letaknya di pinggir laut (kota pantai) yang siap sedia (jalur biru) memberikan hasil laut yang berguna dan berharga bagi kehidupan rakyatnya.
  9. Pita melingkari perisai dengan warna kuning, melambangkan persatuan, kebesaran dan kejayaan.
  10. Dasar lambang yang berwarna hitam, melambangkan keabadian.

LAMBANG KABUPATEN CIREBON

UNSUR LAMBANG :

Ø Perisai

Ø Bintang

Ø Padi

Ø Kapas

Ø Gunung

Ø Golok Cabang

Ø Gapura

Ø Laut

Ø Pita


PERISAI

· Sebagai pelindung, menggambarkan keadaan yang senantiasa aman, tentram dan sejahtera,

· sebagaimana ungkapan "Selamat Waluya Rahayu Jati"

BINTANG

Ø Melambangkan keluhuran cita-cita

Ø 9 (sembilan) Bintang melambangkan Walisanga (Babad Cirebon)

Ø Bintang bersudut 5, sehingga jika dikalikan dengan 9 (jumlah bintang) menjadi 45 menggambarkan tahun kemerdekaan Republik Indonesia.

Ø Warna binta kemerahan dengan garis pinggir putih sebagai lambang jiwa susila disertai keberanian.

P A D I

  • Melambangkan kesuburan di bidang pangan
  • 17 butir padi melambangkan tanggal kemerdekaan Republik Indonesia
  • Warna padi kuning melambangkan jiwa susila

K A P A S

  • Melambangkan kemakmuran di bidang sandang
  • 8 buah kapas melambangkan bulan kemerdekaan Republik Indonesia
  • Warna putih kapas melambangkan jiwa suci, berperilaku adil dan jujur.

GUNUNG

  • Melambangkan keagungan, kebesaran dan keluhuran
  • Warna biru muda melambangkan jiwa dan berpandangan luas

GOLOK CABANG

  • Melambangkan keampuhan dan keteguhan semangat untuk mendobrak kebatilan dan kedholiman.
  • Warna hitam dengan pamor kuning melambangkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa serta kesusilaan.

GAPURA

Gambar gapura yang tegak, kokoh dan terbuka bersusun 5 sap berwarna merah bata, dengan garis-garis putih terletak diantara gunung dan laut melambangkan :

  • Daerah sevagai pusat penyebaran agama Islam dengan 5 rukun Islam-Nya
  • Daerah yang subur makmur gemah ripah lohjinawi
  • Ciri khasmasyarakat yang berbudaya tinggi, berjiwa gotong-royong dan kokoh menghadapi tantangan dan rintangan.
  • Kepribadian masyarakat daerah yang terbuka ramah serta penuh toleransi.

L A U T

  • Laut berwarna biru melambangkan kelapangan dada, berperasaan halus, rendah hati dan berjiwa besar.
  • 5 (lima) buah gelombang melambkan dinamika semangat masyarakat dalam rangka mengamankan dan mengamalkan Pancasila.

P I T A

  • Semboyan "Rame ing Gawe Suci ing Pamrih" sebagaimana motto kesatria yang giat bekerja keras dengan harapan yang suci.
  • Warna dasar kuning dibelakangi coklat berati keluhuran budi dan berjiwa susila disertai keberanian.
  • Wrana tulisan hitam melambangkan keteguhan Iman.